. Karbon - sammysepatu

Karbon

Tigabelasan: “Strategi Visual dalam Video Musik”

Pembicara: Platon Theodoris (sutradara video musik) & The Jadugar (Anggun Priambodo & Henry Foundation; sutradara video musik & musisi)Moderator: Farah Wardani (kurator, kritikus seni)Bersama: Ade Darmawan (seniman, pimpinan ruangrupa),Rong-rong (art director, freelancer), Sendi (pengunjung)

Platon Theodoris:
Best Director MTV Video Music Award 2001 & Best Director MTV Video Music Award 2002The Jadugar: Best Director MTV Video Music Award 2004
ruangrupa, Jakarta, 13 Oktober 2003
Atas: “Train Song”, Lain, The Jadugar, 2002. Bawah: “Posesif”, Naif, Platon Theodoris, 2001Farah Wardani: Dalam diskusi ini kita akan membicarakan masalah proses kreatif dalam pembuatan video musik, terutama mengenai strategi visual dan masalah-masalah yang sedang dihadapi dalam industri musik maupun selera artistik pasar dan hal-hal yang menjadi halangan ataupun tantangan… Oke, bagaimana dengan proses dalam video musik? Dan mungkin perbedaan antara indie dan major label?

Anggun Priambodo:
Untuk “Train Song‿ dari LAIN, ide awalnya dari kami. Waktu itu idenya sudah muncul lebih dulu. Jadi tidak ada bicara tentang budget, semuanya karena kami tertarik untuk membuat visualnya. Untuk Naif, kami membuat dummy dari kolase, presentasi konsep sekaligus budget ke mereka, lalu produksi.

Platon Theodoris:
Untuk Kebunku dan Fable saya menawarkan sendiri karena kebetulan pernah melihat mereka main dan saya tertarik dengan lagunya. Dan asyiknya, mereka percaya sepenuhnya masalah konsep. Berbeda dengan Dewa dan Dewiq yang sudah ada approach dan budget dari major label, sehingga secara konsep susah dijual, karena dengan begitu band dari major label sudah datang dengan konsepnya sendiri.

Farah Wardani: Bagaimana dengan proses kreatif?

Platon Theodoris:
Langkah pertama, mendengarkan dan menghapalkan lagu yang kadang butuh seminggu, bahkan sebulan juga bisa. Saya coba membayangkan di atas musik ini kalau dijadikan soundtrack, adegannya apa, ya? Jadi berusaha mendapatkan emosi yang tidak hanya di lirik, tapi juga musik dan iramanya. Dari situ mulai saya kembangkan lagi sebuah cerita ke depan atau ke belakangnya…

Farah Wardani:
Dari situ, sudah ada kompromi dengan memikirkan orang nanti melihatnya bagaimana?

Platon Theodoris:
Oh, sama sekali tidak. Jadi untuk major label pun, ini konsep saya, kalau diterima ayo kerjasama, kalau tidak, ya tidak usah memaksa.

Anggun Priambodo:
Ada yang mirip seperti cara Platon tadi. Tapi ada juga yang kami yang sudah siapkan dengan ide visual yang mengendap sebelumnya, tanpa tahu lagunya nanti seperti apa. Lalu tiba-tiba kami mendengarkan lagu, oh, ini cocok dengan visual waktu itu… Akhirnya dicoba… Setelah presentasi awal dan mereka oke, baru kami buat detailnya…

Farah Wardani:
Oke, lalu bagaimana dengan beberapa halangan yang ada?

Platon Theodoris:
Sebenarnya saya beruntung untuk video klip “Posesif‿ dari Naif karena sudah kenal lama dengan mereka sehingga prosesnya bebas dan mereka sangat membantu. Setelah itu meledak, major label kemudian datang mencari. Tapi begitu mulai kerjasama dengan major label, saya melihat bahwa mereka sebenarnya tidak tertarik membuat sesuatu yang baru dan beda. Mereka hanya ingin artisnya muncul secara menarik…Saya kontrak 3 klip untuk Naif, dan pernah diteriaki produsernya, “Gimana, sih? Yang pertama klipnya yang ngetop Avi (model video klip Naif “Posesif‿)! Yang kedua, anak-anaknya jelek! Pokoknya anak-anak harus rapih dan bersih!‿ Lalu yang ketiga saya buat “Johan dan Eni‿ versi “Ulang Tahun‿ dimana mereka rapih dan bersih, setelah yang versi “Unyil‿ bermasalah. Setelah itu tak pernah ada tawaran lagi dari Bulletin Records. Dan untungnya setelah gagal beberapa kali dengan mereka, saya sempat kerjasama dengan Club 80’s untuk “Bulu Tangkis‿. Setelah itu baru mendapat beberapa tawaran dari major label lagi….

Farah Wardani:
Tapi bagaimana dengan lagu yang tidak disukai bagi Platon dan The Jadugar?

Platon Theodoris:
Yang penting saya sudah mendapatkan konsepnya dan itu diterima. Walaupun lagunya jelek, tapi kalau menyatu dengan konsep, saya jalankan. Yang penting konsep saya tidak bisa ditawar.

Henry Foundation:
Kebetulan dalam The Jadugar memang ada dua kepala. Kadang kalau saya tidak dapat ide, Anggun bisa memunculkannya. Terkadang kalau sama sekali tidak ada ide, kami coba mencocokkannya dengan stok ide. Dan kalau masih tidak bisa, karena takut tidak maksimal dan mereka tidak puas, akhirnya dengan rendah hati kami menolaknya.

Platon Theodoris:
Tapi kalau bandnya baru dan budget-nya kecil, mereka biasanya terima apa saja, jadi lebih terbuka. Terus kalau bandnya sudah ngetop, mereka biasanya sok, maunya macam-macam. Sebenarnya bukan dari label-nya saja, tapi lebih ke artisnya sendiri juga.

Farah Wardani:
Artis itu punya otoritas juga?

Henry Foundation:
Kebanyakan produser karena dia yang punya uang, lalu artisnya nomor dua setelah itu. Dan terkadang pemikiran artisnya berbeda dengan produsernya…

Rong-rong:
Untuk karya-karya video Platon saya melihat banyak menonjolkan karakter wajah di situ. Apa mungkin kamu punya referensi yang kuat tentang itu?


Platon Theodoris:
Saya dulu kuliah film, jadi dari awal sudah diajarkan tentang karakter, motivasi karakter, lalu hal-hal teknis seperti kesinambungan gambar, cerita dan sebagainya. Tapi yang paling penting dalam video musik, kalau memang ingin menonjolkan karakter, yang penting karakter itu kuat. Dari segi performance-nya mungkin tidak harus cakep atau ganteng, karena yang seperti itu di TV banyak. Kamu harus cari yang agak aneh sedikit, jadi performance-nya benar-benar bisa mengikat penonton dan tidak lewat begitu saja. Sebenarnya tantangannya disitu.Sedangkan untuk The Jadugar, saya lihat mereka lebih bermain dengan seni rupa dan grafisnya, mereka menggunakan elemen-elemen seperti kolase, kereta dan sebagainya. Yang sebenarnya buat saya baru dan beda sekali. Dan mereka tidak memaksa dengan adanya cerita, karakter ataupun kesinambungan yang jelas dengan struktur film yang bagus. Dengan satu mainan kereta yang sangat sederhana, mereka bisa bikin video yang menarik dan menyatu dengan lagu.Jadi itu sebenarnya, itu mengarah untuk sutradara video musik yang latar belakangnya bukan sinema atau film, lalu mereka memaksa membuat video musik yang filmis, tapi jadi kacau. Buat saya untuk masuk ke dunia ini, kalau memang background kamu grafis, atau lukis atau apapun, bawalah itu ke video musik, justru lebih menarik, karena kamu sendiri yang tahu lebih dalam. Dan apapun itu harus menyatu dengan lagu, karena itulah pondasi dari video musik itu sendiri.

Farah Wardani:
Bagaimana dengan Jadugar yang kuliahnya bukan jurusan Film?

Anggun Priambodo:
Saya dulu kuliah Desain Interior, sedangkan Hendry Batman kuliah di Seni Grafis. Video musik pada dasarnya memang untuk jualan. Tapi kami disini menawarkan alternatif visual dan mencoba bertahan dengan itu.

Farah Wardani:
Dan sebenarnya selera pasar atau audience sendiri juga pintar kan dalam menerima tawaran itu?

Platon Theodoris:
Ya. Buktinya waktu video klip Naif yang “Posesif‿, penonton yang melihatnya bisa mengapresiasi. Walaupun Bulletin Records mengkritik habis dan mau re-edit karena tidak mau Avi (model) tampil sebegitu banyak. Terus saya bilang, “Coba dulu masuk, kalau misalnya tidak berhasil baru kita re-edit demi anak-anak Naif…‿
Irwan Ahmett: Bicara video klip sebenarnya agak aneh karena tidak ada barometernya. Saya juga tidak tahu sampai sekarang apakah ada sensor disitu? Standar sensornya sendiri lepas dan ada yang mencoba menaikkan tingkat kemiringannya, dan tidak pernah ada sensor sama sekali yang membicarakan itu. Lain dengan iklan. Atau mungkin karena video musik punya daya jangkau yang lebih sempit dibandingkan iklan?

Platon Theodoris:
Saya pernah menanyakan tentang sensor karena beberapa kali video musik saya dicekal oleh beberapa stasiun TV yang mengedit dan mencabut adegan yang mereka tidak sukai atau menurut mereka tidak boleh. Kejadian pertama kali itu sebenarnya waktu video musiknya Naif yang “Posesif‿, alasannya ajaib, hanya karena salah satu direkturnya tidak suka dengan waria, itu saja. Lalu kemudian adegan di video klip Funky Kopral yang muntahan seorang cewek dimakan sama kucing, itu hampir mau disensor.Sebenarnya sampai sekarang saya ingin mencarinya, ada peraturan tertulisnya atau tidak, karena setiap stasiun TV beda? Dan tidak ada. Ada beberapa orang di stasiun TV yang tidak suka dan akhirnya menyensornya sendiri, tanpa pemberitahuan dan persetujuan sebelumnya.Dan maaf, Wang (Irwan Ahmett), saya sudah melihat karya-karya kamu, seperti mau menguji batasan tata krama yang baik. Maksud saya itu bagus ditayangkan karena belum ada. Dan saya rasa dengan terbukanya MTV sepertinya nanti sensor itu akan dibutuhkan. Karena bisa saja, besok tiba-tiba ada yang protes, lalu tiba-tiba MTV tidak memutar video musik independen lagi karena terlalu kontroversial…

Henry Foundation:
Untuk masa depan, perkembangan video musik mudah-mudahan bagus, karena kita harus berterima-kasih kepada MTV. Saya ingat dulu waktu kecil, video klip itu Cuma ada di TVRI seperti Kamera Ria dan semacamnya, lalu muncul Selecta Pop yang mulai modern dan khusus menayangkan video musik. Kemudian berkembang berbagai pola baru yang juga karena pengaruh musik, seiring dengan munculnya Slank, Dewa dan Kla Project.Klip Rizal Mantovani yang saya lihat pertama kali itu Kahitna, baru dan kualitasnya mulai naik, mulai memperhatikan warna dan interior. Itu semacam revolusi baru di video musik indonesia. Akhirnya seiring dengan semakin berkembangnya musik yang ada, band dan sutradara pun semakin banyak.Kemudian ada satu TV yang memulai programnya pagi-pagi sekali dengan durasi setengah jam berisi video musik semua. Sampai akhirnya ada ANTEVE yang mencari pangsa anak-anak muda dengan me-relay MTV dan video musik Indonesia mulai banyak ditayangkan di situ. Lalu semenjak MTV ditayangkan Global TV ada kemungkinan baru bagi band-band indie untuk memasukkan klipnya di MTV. Jadi siapapun bisa mencoba memamerkan karyanya di MTV dengan band yang sudah merilis albumnya.

Ade Darmawan:
Kalau saya perhatikan untuk video musik Platon, kamu banyak menggunakan sesuatu yang kontroversial seperti waria dan sebagainya. Baru-baru ini saya juga lihat ada figur albino di salah satu video musik lain. Ini sebenarnya kecendrungan baru atau memang ada ekspektasi lain di sana?

Platon Theodoris:
Yang penting bagi saya hanyalah mencari karakter baru yang belum pernah muncul di TV. Waria sejak dulu sudah ada di Unyil dan bisa dijumpai di hampir setiap perempatan kota besar, begitu juga dengan anak-anak down-syndrom. Dan kenapa mereka tak pernah ditampilkan? Untuk video klip The Fly yang menggunakan mereka, saya mendapat izin guru dan orang tuanya. Dan mereka senang sekali ada yang menampilkan anak-anak down-syndrom ini di video klip. Banyak sih yang bertanya, tapi buat saya Cecep (salah satu sinetron TV lokal) itu malah yang menghina. Anak-anak down-syndrome di video klip The Fly itu cuma tampil dan akting, kalau tidak bisa ya tidak usah karena mereka menjadi diri mereka sendiri, bisa nonton TV, berenang, berpesta, semuanya bisa. Hal yang mereka lakukan sebenarnya cukup normal. Dan mereka senang sekali ketika dapat nominasi Best Model untuk video musik dan orang tuanya datang ke acara itu. Sampai sekarang mereka masih sering menelpon, say hi, saja. Sebelum ditayangkan di TV kami juga mengadakan pemutaran di sekolah untuk teman-temannya. Mereka malah naik ke atas panggung dan akting seperti di video musik. Jadi anak-anak ini manusia juga, mereka punya emosi, perasaan dan segalanya. Dan mereka tahu ketika saat shooting, mereka akting.

Sendy:
Saya ingin bertanya ke Platon, apa yang ada di pikiran kamu untuk menolak tawaran sebuah video musik, diluar konsep yang tidak sesuai dengan produser maupun musisi? Dan apakah semangat kamu dulu untuk membuat video musik menurun atau berbeda dengan semangat kamu sekarang? Satu lagi, bagi saya video musik Dewa yang kamu buat itu adalah video musik paling bagus yang pernah dimiliki Dewa, tapi kenapa jarang diputar?

Platon Theodoris:
Sekarang jelas berubah. Dulu saya tidak memikirkan uang dan masa depan. Semangat sekarang masih ada pada saat bertemu artis yang bagus, lagu yang bagus atau yang ajaib pun tidak apa-apa. Atau bertemu dengan artis yang semangat bikin lagu dan berani buat video musik yang beda. Saya pun semangat kalau bertemu band seperti itu. Karena terkadang artis top dari major label itu cenderung sombong, suasananya jadi tidak enak, konsep saya diutak-atik dan karena itu lebih baik tidak saya kerjakan. Kalau untuk mencari uang lebih baik di iklan sekaligus, biar jelas. Buat apa saya kerja keras, memberi semangat dan jiwa saya, tapi tidak diapresiasi? Buktinya 2 klip independen terakhir, artisnya semangat sekali bermain musik. Dan bertemu dengan anak-anak seperti itu sepertinya mau buat video terus-menerus, cuma harus tetap hidup dan cari uang. Jadi dilemanya ada di situ. Kalau saya mau cari uang di video musik, berarti saya harus menjadi industri seperti yang lain, dan saya tidak bisa seperti itu karena itu bisa membuat saya tidak kreatif. Sekalian saja saya mengerjakan iklan, sudah jelas jadi tukang, bayarannya besar dan saya bisa hidup. Tidak harus memikirkan konsep, karena konsentrasinya lebih ke teknis dan eksekusi. Karena dari dulu saya membuat video musik dengan totalitas.Kalau pun kamu tanya video musik mana yang paling saya suka, saya pasti menjawab video musik Dewa, itu saya puas sekali. Dengan budget besar, ada Art Director yang benar, ada underwater pula. Lalu Dewanya tidak suka dan Aquarius Records bilang itu jelek, ya sudah. Saya sempat tanya kok tidak pernah ditayangkan? Dan mereka jawab terus terang kalau itu jelek. Ya sudah, mau bagaimana? Dewa-nya sendiri waktu presentasi cuma hadir 5 menit, melihat 2 kali lalu pergi dan bilang terima kasih. Mereka tidak pernah memberi komentar itu bagus atau jelek. Dhani Dewa dan Erwin datang berdua dan komentar mereka, Dhani merasa dia agak gemuk di video musik itu, bisa dikurusin tidak? Saya bilang tidak dan dia tak pernah bertanya lagi….

Related product you might see:

Share this product :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. sammysepatu - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template supported super blog pedia
Proudly powered by Blogger